Wednesday, October 2, 2019

Makalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi umum, dan Belanja Modal


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang Penelitian
Berdasarkan UUD 1945 pasal 18 ayat 1 Tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Dalam UU No. 23 Tahun 2014 pasal 1 ayat 6 dijelaskan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut PP No.55 Tahun 2005 pasal 1 ayat 7 Tentang Dana Perimbangan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Modal, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.  Dalam  UU  No.32  Tahun  2004  disebutkan  bahwa  untuk  pelaksanaan  kewenangan  pemerintah daerah, pemerintah pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari Pajak dan Sumber  daya  alam.  Disamping dana  perimbangan  tersebut,  pemerintah daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah.
Transfer atau grants dari Pemerintah Pusat secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yakni matching grant dan non-matching grant. Kedua grants tersebut digunakan oleh Pemerintah Daerah  untuk memenuhi belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja rutin adalah belanja yang sifatnya terus menerus untuk setiap tahun fiskal dan umumnya tidak menghasil- kan wujud fisik (contoh: belanja gaji dan honorarium pegawai), sementara belanja pembangunan umumnya menghasilkan wujud fisik, seperti jalan, jalan bebas hambatan (higway), jembatan, gedung, pengadaan jaringan listrik dan air minum, dan sebagainya. Belanja pembangunan non-fisik diantaranya mencakup pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pemeliharaan keamanan masyarakat. Pada praktiknya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh pemerintah daerah dilaporkan dan  diperhitungan  dalam  APBD.
Tujuan  transfer  adalah  mengurangi  kesenjangan  keuangan horisontal antar-daerah, mengurangi kesenjangan vertikal Pusat-Daerah,  mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar-daerah, dan untuk menciptakan stabilisasi aktifitas perekonomian di daerah (Sidik, et al, 2002). Bagaimana  pemerintah  daerah  mengalokasikan  sumber  daya yang dimilikinya merupakan pertanyaan penelitian yang menarik sejak lama. Peneliti terdahulu menggunakan berbagai pendekatan untuk menjelaskan perilaku Pemerintah Daerah dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya, baik dana yang bersumber dari transfer pemerintah di atasnya ataupun dari pendapatanya sendiri. Pemerintah Daerah  bisa merespon transfer dari Pemerintah Pusat secara simetris dan tidak simetris (Gamkhar & Oates, 1996). Beberapa  peneliti  menemukan  bahwa  respon  Pemerintah Daerah  berbeda untuk transfer dan pendapatan sendiri (seperti pajak). Artinya, ketika penerimaan daerah berasal dri transfer, maka stimulus atas belanja yang ditimbulkan berbeda dengan stimulus yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah). Ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer, maka disebut Flypaper Effect (Oates, 1999).
Koleman (1996) memberikan penjelasan mengenai efek dari transfer tidak bersyarat yaitu :
“The recent creation of lump-sum welfare grants has renewed interest in the effects of intergovernmental aid on state and local spending. One of the more consistent findings in the empirical literature is that lump-sum aid boosts public expenditure more than an equivalent increase in private income”. Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa setiap transfer tidak bersyarat yang diberikan kepada Pemerintah Daerah merupakan konsekuensi atas otonomi daerah yang berlaku agar tidak menyebabkan kesenjangan dalam pelaksanaan pembangunan daerah walaupun dalam beberapa studi empiris banyak ditemukan bahwa transfer tak bersyarat mengakibatkan peningkatan pengeluaran publik melebihi kenaikan pendapatan masyarakatnya. Menurut teori Peacock dan Wiseman dalam Purbayu dan Retno (2005) menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Teori Peacock dan Wiseman tersebut menjelaskan bahwa secara ideal hal tersebut menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. 
Fenomena tersebut yang di namakan dengan Flypaper Effect, lebih lanjut Oates (dalam Halim, 2002) menyatakan bahwa ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer daripada pendapatannya sendiri, maka disebut Flypaper Effect. Menurut Maimunah (2006), Flypaper Effect merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak/boros dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU (dana alokasi umum) daripada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD (pendapatan asli daerah). Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah Belanja Modal yang di break-down dalam tiga belanja bidang unit yaitu belanja bidang unit pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum. Selanjutnya variabel-variabel bebasnya (independent variables) adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan penjelasaan di atas maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah”.

1.2         Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1    Identifikasi Masalah
Dari beberapa uraian yang dikemukakan pada latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1.    Pemanfaatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum maksimal dalam pendanaan Belanja Modal.
2.     Pemanfaatan Dana Alokasi Umum (DAU) dilakukan tidak sesuai dengan tujuannya. 
1.2.2    Rumusan Masalah
Dari beberapa uraian yang penulis kemukakan pada bagian latar belakang tersebut, penulis dapat merumuskan permasalahannya sebagai berikut :
1.    Apakah DAU dan PAD berpengaruh terhadap Belanja Modal kabupaten Kabupaten/Kota di Jawa Tengah?
2.    Manakah yang berpengaruh paling signifikan terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah diantara DAU dan PAD?
3.    Apakah fenomena Flypaper Effect pada DAU dan PAD berpengaruh terhadap belanja modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah?

1.3         Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui pengaruh dari DAU dan PAD terhadap belanja modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
2.    Untuk mengetahui pengaruhh yang lebih signifikan antara DAU dan PAD terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
3.    Mengetahui pengaruh fenomena Flypaper Effect yang terjadi pada DAU dan PAD terhadap belanja modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

1.4         Manfaat Penelitian
1.4.1   Manfaat Teoritis
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan, informasi, pemikiran, dan ilmu pengetahuan kepada pihak lain yang berkepentingan.
2.    Sebagai acuan dan pertimbangan bagi penelitian yang selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan Flypaper Effect pada DAU dan PAD berpengaruh terhadap Belanja Modal.
1.4.2   Manfaat Praktis
1.    Bagi pemerintah daerah
Khususnya Kabupaten/Kota di Jawa Tengah diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengevaluasi kinerjanya untuk dapat meningkatkan efektifitas dan  efisiensi pemanfaatan dana transfer dari pemerintah pusat..
2.    Bagi akademis
Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dan referensi bagi penulisan karya ilmiah yang terkait dengan pengaruh flypaper effecct pada dan Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), terhadap Belanja Modal.






BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1         Kajian Pustaka
Untuk mencapai tujuan yang telah di sebutkan pada bab sebelumnya, maka dalam penulisan ini peneliti menggali informasi dari penelitian-penelitian sebelumnya sabagai bahan perbandingan, baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang sudah ada. Selain itu, peneliti juga menggali informasi dari buku-buku, skripsi, tesis, maupun studi kasus langsung ke lapangan, dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori ilmiah. Bab kajian pustaka ini menjelaskan mengenai kata kunci penelitian dalm hal ini adalah Flypaper Effect, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD),  Belanja Modal.
2.1.1        Teori Akuntansi
Belkoui (2000) menjelaskan bahwa proses penyusunan teori akuntansi sebaiknya dilengkapi pula dengan proses pembuktian (verification) dan pengesahan (validation) teori. Teori akuntansi seharusnya dapat menjelaskan dan memprediksi fenomena akuntansi yang ada, saat sejumlah fenomena muncul, fenomena-fenomena tersebut dapat diharapkan membuktikan kebenaran teori tersebut. ( A Ikhsan & HB Suprasto,2008:58).
Pengertian akuntansi menurut commite on terminology of the American Institude of Cartified Public Accountants (AICPA) dalam Suwardjono (2013: 5), Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang, dan penginterpretasian hasil proses tersebut. Selain itu definisi akuntansi juga terdapat dalam PP Nomor 71 Tahun 2010, Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penyajian laporan, serta penginterpretasian atas hasilnya.
Adapun Akuntansi sektor publik menurut Bastian (2014) yakni mengemukakan:
“Akuntansi sektor publik merupakan mekanisme teknik dan analisa akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta.”

2.1.2        Flypaper Effect  pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah
2.1.2.1   Flypaper Effect
Flypaper Effect adalah suatu fenomena pada unconditional grants yang diproksikan dengan dana alokasi umum ditentukan berdasarkan celah fiskal yaitu kebutuhan fiskal dikurangi kemampuan fiskal daerah dan alokasi dasar yang dialokasikan secara keseluruhan (lump sum) dari pemerintah pusat (Oktavia, 2014). Menurut Maimunah (2006), Flypaper Effect  merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak/boros dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU (dana alokasi umum) daripada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD (pendapatan asli daerah). Kemudian Dougan dan Kenyon (dalam Ndadari dan Adi, 2008) menyebutkan bahwa Flypaper Effect merupakan suatu keganjilan dimana kecenderungan dari dana bantuan (transfer) akan meningkatkan belanja publik yang besar dibandingkan dengan pertambahan pendapatan yang diperoleh masyarakat.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa Flypaper Effect adalah suatu kondisi yang terjadi pada saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak dengan menggunakan dana transfer (DAU) daripada menggunakan pendapatan asli daerahnya. Fenomena Flypaper Effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan Belanja Modal yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri.
a.    Indikasi Adanya Flypaper Effect
Asumsi penentuan terjadinya Flypaper Effect pada penelitian ini fokus pada perbandingan pengaruh PAD dan DAU terhadap Belanja Modal. Venter (2007) menyatakan bahwa Flypaper Effect terjadi apabila:
·      Pengaruh/ nilai koefisien DAU terhadap belanja modal lebih besar dari pada pengaruh PAD terhadap terhadap belanja modal, dan nilai keduanya signifikan.
·      Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh/ respon PAD terhadap belanja modal tidak signifikan, maka dapat disimpulkan terjadi Flypaper Effect.
Menurut Gorodnichenko (2011) berpendapat bahwa Flypaper Effect dapat terjadi dalam dua versi, yaitu:
o  Merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja pemerintah yang berlebihan.
o  Mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah.
b.    Penyebab Flypaper Effect
Flypaper Effect muncul karena adanya penyimpangan dalam teori bantuan pemerintah tak bersyarat bahwa transfer pemerintah pusat memang meningkatkan pengeluaran konsumsi barang publik, tetapi ternyata tidak menjadi substitut bagi pajak daerah. Menurut Sagbas dan Saruc (2008) ada dua teori utama dari beberapa penelitian tentang sumber munculnya Flypaper Effect yang sering digunakan yaitu Fiscal illusion dan The bureaucratic model. Teori Fiscal illusion sebagai sumber Flypaper Effect mengemukakan bahwa Flypaper Effect terjadi dikarenakan ketidaktahuan atau ketidakpedulian penduduk daerah mengenai pembiayaan dan pembelanjaan serta keputusan yang diambil akibat dari kesalahan persepsi tersebut.
c.    Dampak Flypaper Effect
Dampak dari Flypaper Effect membawa implikasi dimana salah satunya akan meningkatkan belanja pemerintah daerah lebih besar dari pada penerimaan transfer itu sendiri serta kecenderungan untuk menanti bantuan dari pusat di banding mengelola sumber daya daerah sendiri. Secara implisit terdapat beberapa implikasi dari terjadinya Flypaper Effect pada belanja modal kabupaten/kota seperti:
·      Menyebabkan celah kepincangan fiskal (Fiscal gap) akan tetap ada.
·      Menimbulkan ketidakmaksimalan dalam pemanfaatan sumber-sumber penghasil pertumbuhan PAD.
·      Menyebabkan unsur ketergantungan daerah kepada Pemerintah pusat.
·      adanya respon yang berlebihan dalam pemanfaatan dana transfer.
·      Mengakibatkan kurangnya kemampuan kemandirian keuangan daerah pada kabupaten/kota yang bersangkutan (Walidi, 2009: 35).

2.1.2.2  Dana Alokasi Umum
A.           Pengertian Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan sumbangsih utama dalam pembiayaan APBD sebagian besar terserap untuk belanja pegawai sehingga belanja untuk proyekproyek pembangunan menjadi sangat minim. Kendalanya yang dihadapi pemerintah daerah dalam menjalankan otonomi daerah adalah rendahnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah. Dampaknya menyebabkan pemerintah daerah rendah dalam independensi mengelola keuangan daerah meskipun sebagian besar pengeluaran untuk rutin maupun pembangunan tersebut didanai dari Dana Alokasi Umum (DAU). Pemberian dana alokasi umum bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh pemberian dana alokasi umum yang relatif kecil. Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh pemberian dana alokasi umum relatif besar. Dengan maksud melihat kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai (Halim, 2009:65).
Menurut UU No.33 Tahun 2004 dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Bambang Kesit Prakosa (2004) yakni  dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Menurut PP Nomor 55 Tahun 2005, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.  dana alokasi umum adalah sumber keuangan pemerintah daerah yang berasal dari dana alokasi pemerintah pusat yang dulunya dikenal dengan dana subsidi (Suparmoko,2010:42). Namun di sisi lain, transfer yang diterima dari Pemerintah Pusat juga turut mempengaruhi besarnya anggaran belanja daerah yang akan dianggarkan oleh Pemerintah Daerah
Dari berbagai pendapat mengenai pengertian Dana Alokasi Umum (DAU) di atas dapat disimpulkan bahwa dana alokasi umum merupakan dana transfer dari pemerintah pusat yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan dialokasikan ke setiap daerah dalam pelaksanaan desentralisasi dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dan belanja pada daerah. Transfer dari pemerintah pusat ini cukup signifikan sehingga pemerintah daerah dengan leluasa dapat menggunakannya untuk peningkatan pelayanan publik. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah daerah diberi kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan perimbangan wewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.
B.            Tahapan-tahapan Perhitungan DAU
Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan keuangan berikut adalah tahapan-tahapan perhitungan DAU:
1.        Tahapan Akademis
Konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU dilakukan oleh Tim Independen dari berbagai universitas dengan tujuan memperoleh kebijakan perhitungan DAU yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi Daerah di Indonesia.
2.        Tahapan Administratif
Dalam tahapan ini Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk penyiapan data dasar penghitungan DAU termasuk di dalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan digunakan.
3.        Tahapan Teknis
Merupakan tahapan pembuatan simulasi penghitungan DAU yang akan dikonsultasikan Pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU sebagaimana diamanatkan UU dengan menggunakan data tersedia serta memperhatikan hasil rekomendasi pihak akademis.
4.        Tahapan Politis
Merupakan tahap akhir, pembahasan penghitungan dan alokasi DAU antara pemerintah dengan Belanja Modal Panitia Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan mendapatkan persetujuan hasil perhitungan DAU.
C.            Ketentuan Perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU)
1.    DAU dialokasikan untuk:
 a. Provinsi; dan
 b. kabupaten/kota
2.    Jumlah Keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto.
3.    Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.
4.    Dalam hal penentuan proporsi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% (sepuluh persen) dan 90% (Sembilan puluh persen).
5.    Jumlah keseluruhan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan dalam APBN (PP Nomor 55 Tahun 2005 Pasal 37).
Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan bahwa dasar hukum dana alokasi umum yaitu Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
Berikut tabel formulasi untuk menghitung besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) berdasarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah:
Tabel 1. Formulasi untuk menghitung besarnya proporsi Dana Alokasi Umum untuk provinsi dan kabupaten/kota
Besarnya DAU
DAU untuk provinsi
DAU untuk kabupaten dan kota
26% x APBN
10% x 26% x APBN
90% x 26% x APBN
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005

Tabel 2. Formulasi untuk menghitung besarnya Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
Alokasi DAU untuk suatu daerah
= Celah Fiskal + Alokasi Dasar
Celah Fiskal suatu daerah
= Selisih antara Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal.
Alokasi Dasar
= Jumlah Alokasi Gaji Pegawai Negeri Daerah dalam kurun waktu satu tahun.
Kebutuhan Fiskal
= Hasil perkalian antara Total Belanja Modal Ratarata dengan penjumlahan dari perkalian masingmasing bobot variabel dengan Indeks Jumlah Penduduk, Indeks Luas Wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Indeks Pembangunan Manusia, dan Indeks Produk Domestik Regional Bruto per Kapita
Kapasitas Fiskal
= Hasil penjumlahan dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil.
Total Belanja Modal Rata-rata
=
Belanja pegawai+ Belanja Barang + Belanja Modal
jumlah Provinsi atau Kabupaten/Kota
Indeks Jumlah Penduduk Daerah
=
jumlah penduduk daerah
Rata-rata jumlah penduduk secara nasional
Indek Luas Wilayah Daerah
=
Luas wilayah daerah
Rata-rata luas wilayah secara nasional
Indeks Kemahalan Konstruksi Daerah
=
Indeks kemahalan kontruksi daerah
Rata-rata kemahalan kontruksi secara nasional
Indeks Pembangunan Manusia Daerah
=
IPM Daerah
Rata-rata IPM  secara nasional
Indeks PDRB per Kapita Daerah
=
PDRB Per kapita Daerah
Rata-rata PDRB Per kapita secara nasional
DAU atas dasar Celah Fiskal untuk suatu Provinsi
Bobot Provinsi X DAU Provinsi
Celah fiskal daerah provinsi
=  Bobot Provinsi
Total celah fiskal seluruh provinsi
DAU atas dasar Celah Fiskal untuk suatu kabupaten/kota
Bobot Kabupaten/Kota X DAU Kabupaten/Kota
Celah fiskal daerah Kabupaten/Kota
= Bobot Kab/Kota
Total celah fiskal seluruh Kabupaten/Kota
DAU suatu Provinsi
= DAU atas dasar Celah Fiskal untuk suatu provinsi + Alokasi Dasar suatu provinsi
DAU suatu Kabupaten/Kota
= DAU atas dasar Celah Fiskal untuk suatu kabupaten/kota + Alokasi Dasar suatu kabupaten/kota
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005

2.1.2.3  Pendapatan Asli Daerah
A.           Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Dalam Undang-undang No.33 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 18 menyebutkan, Pendapatan Asli Daerah adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun yang bersangkutan. Menurut Abdul Halim (2007:96) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.  Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah (Mardiasmo 2002:132).
Dari berbagai pendapat mengenai pendapatan asli daerah di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah yang sumbernya berasal dari daerah itu sendiri berupa dana yang pemerolehannya dikelola oleh pemerintah daerah beserta jajarannya dan telah diatur oleh peraturan perundang-undangan.
B.            Sumber Pendapatan Asli Daerah
Pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Pasal 6 disebutkan mengenai sumber Pendapatan asli daerah sebagai berikut:
1)   Pajak Daerah
Pajak Daerah Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 1 ayat 6 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Pajak daerah mempunyai peranan ganda, seperti halnya pajak pada umumnya yaitu:
a) Sebagai sumber pendapatan daerah (budgetary)
b) Sebagai alat pengukur (regulatory)
Jenis pajak daerah dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan PP Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah, sebagai berikut:
Sesuai dengan Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan  Keuangan  antara Pemerintah  pusat  dan  daerah  bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas :
a)        Pajak Provinsi
(1) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
(2) Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
(3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
(4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b)        Pajak Kota/Kabupaten
(1) Pajak hotel
(2) Pajak restoran
(3) Pajak hiburan
(4) Pajak reklame
(5) Pajak penerangan jalan
(6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C
(7) Pajak parkir
Sistem pengenaan pajak:
Ø Pajak progresif, yaitu sistem pengenaan pajak di mana semakin tingginya dasar pajak (tax base), seperti tingkat penghasilan pajak, harga barang mewah dan sebagainya, akan dikenakan pungutan pajak yang semakin tinggi persentasenya.
Ø Pajak proporsional, yaitu sistem pengenaan pajak di mana tarif pajak (%) yang dikenakan akan tetap sama besarnya walaupun nilai objeknya berbeda-beda.
Ø Pajak degresif, yaitu sistem pengenaan pajak di mana walau nilai atau objek pajak meningkat dan juga jumlah pajak yang dibayar itu semakin kecil.
2)   Retribusi Daerah
Tidak hanya pajak daerah, retribusi daerah mempunyai peranan yang cukup besar dalam sumbangsihnya terhadap sumber pendapatan asli daerah. Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 Ayat 64). Selanjutnya dalam hal pemungutan iuran retribusi ini menganut asas manfaat (benefit Principles), dengan maksud besarnya pungutan ditentukan berdasar manfaat yang diterima si pengguna yang membayar retribusi dan mendapat manfaat pelayanan dari pemerintah daerah, bilamana semakin efisien pemerintah daerah dalam pengelolaan pelayanan publik di suatu daerah maka semakin rendah biaya retribusi yang dibebankan.
Menurut Undang-Undang 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan jenis-jenis retribusi yang ada di daerah dibagi atas 3 golongan yaitu:
a)        Retribusi Jasa Umum
Adapun yang termasuk dalam jenis Retribusi Jasa Umum yaitu:
~     Retribusi pelayanan kesehatan.
~     Pelayanan keberihan dan persampahan.
~     Penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan akta catatan Sipil.
~     Pengujian kapal perikanan.
b)        Retribusi Jasa Usaha
·      Pemakaian kekayaan daerah.
·      Pelayanan terminal.
·       Pelayanan tempat khusus parkir.
·      Tempat rekreasi dan olahraga.
c)        Retribusi Perizinan Tertentu
Perizinan tertentu yang retribusinya dipungut antara lain:
o  Izin peruntukan penggunaan tanah.
o  Izin mendirikan bangunan.
o  Izin trayek.
o  Izin pengambilan hasil hutan.
d)       Pendapatan Asli Daerah meliputi
Ø  Hasil pajak daerah
Ø  Hasil retribusi daerah
Ø  Hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan
Ø  Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
3)   Laba Badan Usaha Milik Daerah
Perusahaan daerah adalah perusahaan yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan kecuali jika ditentukan yang lain atau berdasarkan UU. Sebagian laba perusahaan daerah merupakan salah satu sumber PAD yang disebut bagian laba BUMD, BUMD dibentuk oleh pemerintah daerah, terdiri dari perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan dan perbankan (bank pembangunan daerah dan bank pasar) dan di bidang lain, seperti jasa air bersih, jasa di sektor industri, pertanian, perkebunan dan lainlain. BUMD merupakan cara yang lebih efisien dalam melayani masyarakat, dan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah. Jenis pendapatan yang termasuk hasil-hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah.
4)   Penerimaan lain-lain
Pengertian penerimaan lain-lain daerah kabupaten atau kota adalah penerimaan yang diperoleh daerah kabupaten atau kota di luar pajak, retribusi, dan laba BUMD. Berikut, beberapa contoh penerimaan yang termasuk ke dalam kategori penerimaan lain-lain misalnya penerimaan dan hasil penjualan aset milik pemerintah daerah dan jasa giro rekening pemerintah daerah kabupaten dan kota.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendapatan asli daerah yang disebutkan dalam undang-undang otonomi daerah tersebut meliputi sumber utama. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swantatra, kotapraja, kabupaten dan sebagainya. Pajak daerah merupakan sumber terbesar yang kedua setelah penerimaan lain-lain dan dukungan dari masyarakat dalam membayar pajak daerah yang digunakan untuk membangun daerah.
2.1.3        Belanja Modal
A.            Pengertian Belanja Modal
Pada Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 Tentang Bagan Akun Standar menyebutkan belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual. Menurut Abdul Halim (2007:101)  Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Hal  senada juga diungkapkan oleh Mardiasmo (2002:67) Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.
Dari berbagai pendapat mengenai pengertian belanja modal di atas dapat disimpulkan bahwa belanja modal merupakan pengeluaran yang berasal dari suatu anggaran pada pemerintah daerah yang digunakan untuk memperoleh aset tetap atau aset lainnya yang dapat memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan digunakan oleh pemerintah daerah dalam menjalankan tugas public service.
B.            Peranan Belanja Modal
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 53 menyatakan bahwa belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset.
Anggaran belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah maupun untuk fasilitas publik. Setiap tahun biasanya dilaksanakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial. Dengan 3 cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yaitu dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya dan membeli. Namun biasanya, cara yang dilakukan dalam pemerintahan adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit.
1.     Jenis-jenis Belanja Modal
Mengenai jenis-jenis belanja modal, Syaiful (2006) mengkategorikannya  menjadi 5 bagian, yakni :
a.    Belanja  tanah,  merupakan  pengeluaran  biaya  yang  digunakan  untuk  pengadaan pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sampai tanah tesebut siap digunakan.
b.    Belanja peralatan dan mesin, adalah biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor serta manfaatnya lebih dari satu tahun.
c.    Belanja modal gedung dan bangunan, pengeluaran biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian termasuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung tersebut dalam kondisi siap pakai.
d.   Belanja modal jalan,irigasi dan jaringan, pengeluaran biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan/pembangunan/pembuatan serta perawatan, termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan  pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan tersebut dalam kondisi siap pakai.
e.    Belanja aset tetap lainnya, pengeluaran biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahann/penggantian/peningkatan/pembangunan/pembuatan serta perawatan, terhadap fisik lainnya. Yang termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal untuk kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tananman, buku serta jurnal ilmiah.

Daftar komponen biaya pada Belanja Modal disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Komponen dan Jenis Belanja Modal
Jenis Belanja Modal
Komponen biaya yang dimungkinkan di dalam belanja modal
Belanja Modal Tanah
1. Belanja modal pembebasan tanah.
2. Belanja modal pembayaran honor tim tanah.
3. Belanja modal pembuatan sertifikat tanah.
4. Belanja modal pematangan tanah.
5. Belanja modal biaya pengukuran tanah.
6. Belanja modal perjualan pengadaan tanah.
Belanja Modal Gedung dan Bangunan
a.    Belanja modal bahan baku gedung dan bangunan.
b.    Belanja modal upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis gedung dan bangunan.
c.     belanja modal sewa peralatan gedung dan bangunan.
d.   Belanja modal perencanaan dan pengawasan gedung dan bangunan.
e.    Belanja modal perizinan gedung dan bangunan.
f.     Belanja modal pengosongan dan pembongkaran bangunan lama gedung dan bangunan.
g.    Belanja modal honor perjalanan gedung dan bangunan
Belanja Modal Peralatan dan Mesin
1.    Belanja modal bahan baku peralatan dan mesin
2.    Belanja modal upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis peralatan dan mesin
3.    Belanja modal sewa peralatan dan mesin
4.    Belanja modal perencanaan dan pengawasan peralatan dan mesin
5.    Belanja modal perizinan peralatan dan mesin
6.    Belanja modal pemasangan peralatan dan mesin
7.    Belanja modal honor perjalanan peralatan dan mesin

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
1.    Belanja modal bahan baku jalan dan jembatan
2.    Belanja modal upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis jalan dan jembatan
3.    Belanja modal sewa peralatan jalan dan jembatan
4.    Belanja modal perencanaan dan pengawasan jalan dan jembatan
5.    Belanja modal perizinan jalan dan jembatan
6.    Belanja modal pengosongan dan pembongkaran bangunan lama jalan dan jembatan
7.    Belanja modal honor perjalanan jalan dan jembatan
8.    Belanja modal bahan baku irigasi dan jaringan
9.    Belanja modal upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis irigasi dan jaringan
10.     Belanja modal sewa peralatan irigasi dan jaringan
11.     Belanja modal perencanaan dan pengawasan irigasi dan jaringan
12.     Belanja modal perizinan irigasi dan jaringan
13.     Belanja modal pengosongan dan pembongkaran bangunan lama irigasi dan jaringan
14.     Belanja modal honor perjalanan irigasi dan jaringan
Belanja Modal Fisik Lainnya
1)      Belanja modal bahan baku fisik lainnya
2)      Belanja modal upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis fisik lainnya
3)      Belanja modal sewa peralatan fisik lainnya
4)      Belanja modal perencanaan dan pengurusan fisik lainnya
5)      Belanja modal perizinan fisik lainnya
6)      Belanja modal jasa konsultan fisik lainnya

2.1.4   Hubungan antara Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Belanja Modal
Penerapan otonomi daerah/desentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat Indonesia memiliki tujuan untuk kemandirian pemerintah daerah dalam pengelolaan rumah tangganya. Dalam penerapannya pemerintah pusat tidak lepas tangan secara penuh dan masih memberikan bantuan kepada pemerintah daerah berupa dana perimbangan yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam pembangunan dan menjadi menjadi komponen pendapatan daerah dala APBD.  Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumahtangganya secara mandiri dan dalam upaya peningkatan kemandirian ini, pemerintah  dituntut  untuk  meningkatkan  pelayanan  publiknya.  Oleh  karena  itu, anggaran belanja modal akan tidak logis jika proporsi anggarannya lebih banyak untuk belanja rutin (Abimanyu, 2005). Belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat   menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan dalam sektor pelayanan kepada publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan bergairah dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai selain itu investor juga akan tertarik kepada daerah karena fasilitas yang diberikan oleh daerah. Dengan bertambahnya produktivitas masyarakat dan investor yang berada di daerah akan berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah yang semakin tinggi akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita.

2.1.4.1  Hubungan Antara Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal
Sejak  diterapkannya  desentralisasi  fiskal,  pemerintah  pusat  mengharapkan daerah dapat mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dibeberapa daerah peran DAU sangat signifikan karena karena kebijakan Belanja Modal lebih di dominasi oleh jumlah DAU dari pada PAD (Sidik et al, 2002).
UU No.25 Tahun 1999 berasal dari APBN dan dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai  kebutuhan  pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen) dari Penerimaan Dalam  Negeri  yang  ditetapkan  dalam APBN. Kemudian, dari 25 % tersebut dibagi lagi menjadi 90% untuk DAU bagi daerah Kabupaten/Kota dan 10% untuk DAU bagi daerah Propinsi. Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, DAU berperan sebagai transfer yang bersifat block grants. Artinya,   besarnya   DAU   ditentukan   oleh suatu formula khusus, yaitu:
Ø  DAU untuk Daerah Kabupaten/Kota
DAU = Jumlah DAU untuk Kab/Kota  X
Bobot Kab/Kota yang berssangkutan
Jumlah bobot seluruh Kab/kota
Di mana Formula untuk menghitung bobot DAU daerah adalah:
Bobot DAU Daerah =
kebutuhan DAU Daerah
Total kebutuhan DAU seluruh Daerah

Kebutuhan daerah dihitung dengan memperhatikan beberapa faktor yaitu jumlah penduduk, luas wilayah, indeks harga bangunan, dan jumlah penduduk miskin. Sedangkan potensi penerimaan daerah dapat diketahui dengan memperhatikan variabel- variabel potensi yaitu PDRB sektor sumber daya  alam  (primer),  PDRB  sektor  industri dan jasa lainnya (non-primer), dan besarnya angkatan kerja. Maka dapat di simpulkan bahwa:
Kebutuhan DAU = Kebutuhan Daerah Potensi Penerimaan Daerah

Sebagian studi menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi belanja, sementara sebagian lainya menyatakan bahwa belanjalah yang mempengaruhi pendapatan (Aziz, 2000; dan Doi, 1998). Sementara studi tentang pengaruh transfer atau grants dari pemerintah pusat terhadap keputusan pengeluaran atau belanja pemerintah daerah  sudah berjalan lebih dari 30 tahun (Gamkhar & Oates, 1996). Secara teoritis, respon tersebut akan mempunyai efek distributif dan alokatif yang tidak berbeda dengan sumber pendanaan lain, misalnya pendapatan pajak daerah (Bradford & Oates, 1971). Namun, dalam studi empiris hal tersebut tidak selalu terjadi. Artinya, stimulus terhadap pengeluaran daerah yang ditimbulkan oleh transfer atau grants tersebut sering  lebih  besar  dibandingkan  dengan  stimulus  dari  pendapatan (pajak) daerah sendiri (Flypaper Effect).
Holzt-eakin et al (1985) (dalam Kesit Bambang Prakosa, 2004) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan belanja Pemerintah daerah. Studi Legrenzi & Milas (2001), menggunakan sampel munici- palities di Italia, menemukan bukti empiris bahwa dalam jangka panjang transfer berpengaruh terhadap belanja modal. Secara spesifik mereka menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah  dalam jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima, sehingga memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymmetric.

2.1.4.2  Hubungan Antara Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal
Penelitian mengenai pengaruh pendapatan daerah terhadap pengeluaran daerah  sudah  pernah  dilakukan  antara lain oleh Aziz et al. (2000), Blackley (1986), Joulfaian  dan  Mokeerjee  (1990),  Legrenzi dan Milas (2001), Von Furstenberg et al. (dalam Sukriy dan Halim,2003). Dalam beberapa penelitian, hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan daerah mempengaruhi anggaran belanja pemerintah menyatakan bahwa pendapatan daerah mempengaruhi anggaran belanja pemerintah daerah disebut dengan. Hipotesis ini mengandung makna bahwa kebijakan pemerintah daerah dalam menganggarkan  belanja modal  disesuaikan dengan pendapatan daerah yang diterima.
Namun di sisi lain, transfer yang diterima dari pemerintah pusat juga turut mempengaruhi besarnya anggaran belanja modal yang akan dianggarkan oleh pemerintah daerah. Legrensi dan Milas (2001) dalam Maimunah (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel municipalities   di   Italia   dan   memperoleh hasil bahwa dalam jangka panjang transfer berpengaruh terhadap belanja modal. Kebijakan-kebijkan belanja modal jangka pendek   yang   dibuat   pemerintah   daerah sangat bergantung pada transfer yang diterima.

2.1.4.3  Flypaper Effect
Oates (1999) dalam Sukriy dan Halim (2003) menyatakan  bahwa beberapa penelitian mengenai perilaku pemerintah daerah dalam merespon transfer pemerintah pusat yang telah dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa respon pemerintah daerah  berbeda untuk transfer dan pendapatan daerahnya sendiri. Ketika respon pemerintah daerah lebih besar untuk transfer dibanding pendapatan daerahnya sendiri maka disebut Flypaper Effect.
Penelitian tentang analisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pen dapatan  Asli  Daerah  (PAD)  terhadap Belanja Modal (BM) di Indonesia sebelumnya  sudah  pernah  dilakukan  oleh  Abdul Halim dan Sukriy Abdullah yaitu pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera, Jawa dan Bali. Hasil penelitian pada Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali menunjukkan  bahwa  secara terpisah, DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, baik dengan lag maupun tanpa lag. Ketika tanpa menggunakan lag, pengaruh PAD terhadap belanja modal lebih kuat daripada DAU, tetapi dengan  digunakan lag, pengaruh DAU terhadap belanja modal justru lebih kuat daripada PAD. Hal ini   berarti   terjadi   flypaper effect dalam respon pemerintah daerah  terhadap DAU dan PAD (Sukriy dan Halim 2003). Dari hasil penelitian tersebut, diketahui  bahwa stimulus untuk melakukan  belanja  daerah  pada tahun t dipengaruhi oleh transfer pemerintah pusat yang diterima daerah periode t-1.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Maimunah  (2006)  dengan  mengambil sampel pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Hasil penelitian yang dilakukan Mutiara Maimunah menunjukkan bahwa secara terpisah maupun serempak, DAU dan PAD berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal, baik tanpa lag maupun dengan lag. Ketika diregres secara serempak baik dengan maupun tanpa lag, pengaruh DAU terhadap BD lebih kuat daripada pengaruh PAD. Ini berarti telah terjadi Flypaper Effect pada belanja modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera (Maimunah, 2006). 

2.2         Penelitian Terdahulu yang Relevan
Tabel 4. Daftar penelitian yang relevan
No
Peneliti
(Tahun)
Judul penelitian
Variabel yang di teliti
Metode penelitian yang digunakan
Hasil penelitian simpulan
1
Abdul Halim dan Syukriy Abdullah (2003)
“Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali” Jawa dan Bali  (2001).
Variabel terikatnya adalah Belanja Pemerintah Daerah.
Variabel  bebasnya yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kuantitatif
Hasil dari penelitian ini secara terpisah yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Pemerintah Daerah.

Mutiara Maimunah. (2006)
Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota Di Pulau Sumatera”.
Variabel  bebasnya Flypaper Effect pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Variabel  terikatnya yaitu pada Alokasi Belanja Modal
Metode Kuantitatif dengan metode desrkiptif
Hasil penelitian yang dilakukan Mutiara Maimunah menunjukkan bahwa secara terpisah maupun serempak, DAU dan PAD berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal, baik tanpa lag maupun dengan lag.

Saptaningsih Sumarmi (2009)
“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Alokasi Belanja Modal Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta”.
Variabel  bebasnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Variabel  terikatnya yaitu pada Alokasi Belanja Modal Daerah
Kuantitatif
Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara positif signifikan terhadap Alokasi Belanja Modal Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh negatif signifikan terhadap Alokasi Belanja Modal Daerah, Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif signifikan terhadap Alokasi Belanja Modal Daerah.

Penelitian tentang analisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan  Asli  Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal (BM) di Indonesia sebelumnya  sudah  pernah  dilakukan  oleh  Abdul Halim dan Syukriy Abdullah (2003) yaitu pada Pemerintah kabupaten/kota di pulau Jawa dan Bali. Hasil penelitian pada kabupaten/kota di Jawa dan Bali menunjukkan  bahwa  secara terpisah, DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, baik dengan lag maupun tanpa lag. Ketika tanpa menggunakan lag, pengaruh PAD terhadap belanja modal lebih kuat daripada DAU, tetapi dengan  digunakan lag, pengaruh DAU terhadap belanja modal justru lebih kuat daripada PAD. Hal ini  berarti   terjadi   flypape effect dalam respon pemerintah daerah  terhadap DAU dan PAD (Sukriy dan Halim 2003). Dari hasil penelitian tersebut, diketahui  bahwa stimulus untuk melakukan  belanja  daerah  pada tahun t dipengaruhi oleh transfer pemerintah pusat yang diterima daerah periode t-1.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Maimunah  (2006)  dengan  mengambil sampel pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Hasil penelitian yang dilakukan Mutiara Maimunah menunjukkan bahwa secara terpisah maupun serempak, DAU dan PAD berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal, baik tanpa lag maupun dengan lag. Ketika diregres secara serempak baik dengan maupun tanpa lag, pengaruh DAU terhadap BD lebih kuat daripada pengaruh PAD. Ini berarti telah terjadi Flypaper Effect pada belanja modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera (Maimunah, 2006). 
Penelitian yang dilakukan oleh Saptaningsih Sumarmi (2009) yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Alokasi Belanja Modal Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta”. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara positif signifikan terhadap alokasi belanja modal daerah, Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal daerah, Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal daerah. Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang dilakukan Saptaningsih Sumarmi (2009) yaitu menggunakan variabel bebasnya dana alokasi khusus serta fokus variabel terikatnya yaitu pada alokasi belanja modal daerah, sedangkan fokus dari variabel terikatnya yang digunakan oleh penulis yaitu belanja modal. Kemudian, persamaan penelitian penulis dengan penelitian Saptaningsih Sumarmi (2009) yaitu menggunakan variabel bebasnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU).

2.3         Kerangka Pemikiran
Pemberian dana alokasi umum bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh pemberian dana alokasi umum yang relatif kecil. Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh pemberian dana alokasi umum relatif besar. Dengan maksud melihat kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai (Halim, 2009:65). Suparmoko (2010:42) menjelaskan Dana Alokasi Umum adalah “sumber keuangan pemerintah daerah yang berasal dari dana alokasi pemerintah pusat yang dulunya dikenal dengan dana subsidi. Dana ini dibagikan kepada daerah berasal dari APBN dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dan nilainya minimum 25% dari anggaran rutin dalam APBN. Dana ini kemudian dialokasikan 10% untuk provinsi dan 90% untuk pemerintah kabupaten/kota”.
Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan  Keuangan  antara Pemerintah  Pusat  dan  Daerah  bahwa Sumber Pendapatan daerah terdiri atas :
1.    Pendapatan Asli Daerah
2.    Dana Perimbangan
3.    Lain-lain PAD yang sah
Menurut Maimunah (2006), Flypaper Effect merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak/boros dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU (dana alokasi umum) daripada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD (pendapatan asli daerah). Flypaper Effect muncul karena adanya penyimpangan dalam teori bantuan pemerintah tak bersyarat bahwa transfer pemerintah pusat memang meningkatkan pengeluaran konsumsi barang publik, tetapi ternyata tidak menjadi substitut bagi pajak daerah. Dampak dari Flypaper Effect membawa implikasi dimana salah satunya akan meningkatkan belanja pemerintah daerah lebih besar dari pada penerimaan transfer itu sendiri serta kecenderungan untuk menanti bantuan dari pusat di banding mengelola sumber daya daerah sendiri.
Abdullah dan Halim (2008), belanja modal merupakan pengeluaran untuk memperoleh aset yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Yang termasuk belanja modal:
·         Belanja tanah
·         Belanja peralatan dan mesin
·         Belanja modal gedung dan bangunan
·         Belanja modal jalan,irigasi dan jaringan
·         Belanja aset tetap lainnya.
Berdasarkan uraian dari kerangka berpikir, maka dapat digambarkan skema hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang ada pada uraian kerangka berpikir, sebagai berikut:
Dana Alokasi Umum (DAU)
(X1)
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
(X2)
Belanja Modal
(Y)
H1

H3

H2

Flypaper
 













Gambar 1. Paradigma penelitian
Keterangan:
X1 : Variabel Independen (Dana Alokasi Umum)
X2 : Variabel Independen (Pendapatan Asli Daerah)
Y  : Variabel Dependen ( Belanja Modal )
= Pengaruh variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara sendiri-sendiri terhadap variabel Belanja Modal.
= Pengaruh variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara bersama-sama terhadap variabel Belanja Modal.
= Pengaruh Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal.

2.4         Hipotesis
Berdasarkan  penelitian-penelitian yang ada, maka penulis menarik hipotesis sebagai berikut:
1.    HA1:  DAU  dan  PAD  memiliki  pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
2.    HA2: Pengaruh DAU terhadap BD lebih besar daripada pengaruh PAD terhadap BD Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
3.    HA3: Fenomena Flypaper Effect pada DAU dan PAD berpengaruh terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

















BAB III
METODE PENELITIAN

3.1    Metode  Penelitian yang Digunakan
Metode penelitian menurut Suharsimi Arikunnto (1986) adalah “cara berfikir berbuat yang di persiapkan dengan baik-baik untuk mengadakan penelitian, dan untuk mencapai suatu tujuan penelitian”. Mc. Milan dan Scumacher (2001) penelitian dibedakan atas dua pendekan yaitu pendekan kuantitatif dan kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif dibedakan antara metode eksperimental dan non eksperimental. Maksimalisasi objektifitas desain penelitian ini dilakukan dengan angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan terkontrol (Asep Saepul Hamdi, E. Bahruddin, 2015).
Pengertian metode penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2014) yaitu:
“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik, pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan".

Penelitian ini mengunakan dua metode analisis data, yakni metode penelitian kuantitatif dengan metode desrkiptif. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Pada penelitian kali ini, metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian kuantitatif. Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian dengan metode pendekatan deskriptif.
Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk mengambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung, pada saat ini atau saat lampau. Pendekatan deskriptif bisa menggambarkan keadaan saja, tetapi bisa juga mendeskripsikan keadaan dalam tahapan-tahapan perkembangan. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu apa adanya. Penggambaran kondisi bisa individu atau kelompok, dan menggunakan angka-angka. Menurut Nazir (2005) tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskriptif, gambar atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat atau hubungan antar fenomena yang di selidiki. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010) bahwa metode deskriptif mengkaji bentuk aktifitas, karakteristik, perubahan, hubungan, persamaan dan perbedaannya dengan penomena lainnya.
Metode deskriftif yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu apakah DAU dan PAD memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal  Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, yang kedua manakah yang berpengaruh paling signifikan terhadap belanja modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah diantara DAU dan PAD, dan yang ketiga apakah fenomena Flypaper Effect pada DAU dan PAD berpengaruh terhadap belanja modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah

3.2    Definisi dan Operasionalisasi Variabel
3.2.1   Definisi variabel
Sering sekali didalam penelitian mendengar kata variabel, menurut Sugiono (2007,38) Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja, yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari, sehingga di peroleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut Kerlinger (1973) menyatakn bahwa variabel adalah konstruks atau sifat yang akan di pelajari, contohnya adalah tingkat aspirasi, tingkat pendidikan, motifasi belajar, hasil belajar dan lain-lain. Berdasarkan judul penelitian Analisis Pengaruh Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah ( PAD) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. maka penelitian ini menggunakan 3 variabel yakni:
1.    Variable bebas (X) (Independent variable)
Variable bebas ini sering disebut sebagai variable stimulus, predictor, abtecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variable bebas. Variable bebas adalah variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen (terikat). (Sugiyono, 2016 :39). Dalam penelitian ini variabel independen yang diteliti adalah Variabel Independen (X) yaitu:
Ø Variabel Independen (X1) = Dana Alokasi Umum
Adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004).
Dana Alokasi Umum (DAU) untuk provinsi maupun kabupaten/kota dihitung dengan acuan sebagai berikut:


Tabel 5. Rumus menghitung dana alokasi umum
DAU= CF + AD




Keterangan:
CF  : Celah Fiskal
AD : Alokasi Dasa
Celah fiskal = KbF- KpF



Keterangan :
KbF : kebutuhan fiskal
KpF : kapasitas fiskal
KbF = TBR (a1IP + a2IW + a3IKK + a4IPM +a5IPDRB/Kapita)

TBR : Total Belanja Modal Rata-rata
IP : Indeks Jumlah Penduduk
IW : Indeks Wilayah
IKK : Indeks Kemahalan Konstruksi
IPM : Indeks Pembangunan Manusia
IPDRB :Indeks PDRB per kapita
a : bobot indeks masing-masing variabel

Ø Variabel Independen (X2) = Pendapatan Asli Daerah
Adalah  hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun yang bersangkutan (Undang-undang No.33 Tahun 2004).
Pemungutannya didasari oleh peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan cakupannya yaitu terdiri dari Hasil Pajak Daerah (HPD), Retribusi Daerah (RD), Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah (PLPB) dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (LPS), perhitungan rumusnya yaitu:
Tabel 6. Rumus menghitung pendapatan asli daerah
PAD=HPD+RD+PLPD+LPS
Keterangan :
PAD  :Pendapatan Asli Daerah
HPD  :Hasil Pajak Daerah
RD     :Retribusi Daerah
PLPD :Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah
LPS    :Lain-lain Pendapatan yang Sah

2.    Variable Terikat (Dependent variable)
Variable terikat adalah variable yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variable bebas (Sugiyono, 2016 : 39). Variabel Dependen (Y) dalam penelitian ini adalah belanja modal merupakan pengeluaran untuk memperoleh aset yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi (Abdullah dan Halim,2008).
Penghitungan rumusnya yaitu:

Tabel 7. Rumus menghitung belanja modal.
Belanja Modal = Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin + Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan + Belanja Aset Lainnya.

3.2.2   Operasionalisasi  Variabel
Operasionalisasi variabel diperlukan guna menentukan jenis dan indikator dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Disamping itu, operasionalisasi variabel bertujuan untuk menentukan skala pengukuran dari masing-masing variabel, sehingga pengujian hipotesis dengan menggunakan alat bantu dapat dilakukan dengan tepat. Secara lebih rinci operasionalisasi variabel dalam penelitiannya ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 8. Operasionalisasi  Variabel
Variabel
Konsep Variabel
Dimensi
Indikator
Skala
Item
Variabel independen (X1)
Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi


(UU No.33 Tahun 2004).
·    Relevan

a.     Tingkat ketepatan pengalokasian dana transfer dari pemerintah.
b.     Tingkat kelengkapan informasi anggaran.
c.     Tingkat ketepatan waktu pennyampaian laporan keuangan.
Ordinal

·    Andal  
a.  Tingkat kejujuran informasi laporan keuangan.
b.  Tingkat netralitas informasi anggaran.
c.  Informasi dalam laporan keuangan dapat diverifikasi.
Ordinal

Variabel independen (X2)
Pendapatan Asli Daerah



Pendapatan Asli Daerah adalah hak penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun yang bersangkutan.


(Undang-undang No.33 Tahun 2004).
·   Sumber pendapatan Daerah
a.    Pendapatan Asli Daerah meliputi
b.    Dana perimbangan
c.    Lain-lain PAD yang sah
Ordinal
7
Dapat dibandingkan
a.  Tingkat kesamaan kuantitas informasi anggaran antara DPRD dan SKPD
b.  Tingkat kualitas kepemilikan informasi anggaran anatara DPRD dan SKPD
Ordinal
8
Dapat dipahami
a.  Kesesuaian penggunaan bahasa dalam laporan keuangan.
b.  Tingkat pemahaman pengguna informasi laporan keuangan.
Ordinal
9
Variabel dependen (Y)
Belanja Modal

Belanja  modal merupakan pengeluaran untuk memperoleh aset yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.


Abdullah dan Halim (2008),
Alokasi Belanja Modal
a.       Belanja tidak langsung
b.      Belanja langsung


Ordinal
10


Batasan anggaran
a.     Tingkat kewajaran biaya anggaran berdasarkan RAB
b.     Kesesuaian laporan keuangan dengan standar harga satuan regional.



3.3         Populasi dan Sampel
3.3.1        Populasi (N)
Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian populasi serta ukuran sampel yang akan digunakan didalam penelitian ini. Dimana sampel tersebut yang kemudian akan menjadi responden atau sumber data bagi peneliti. Menurut Sugiyono (2016:80) definisi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Pada penelitian ini populasinya yaitu seluruh pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015-2016 yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota, sehingga jumlah populasi yang digunakan berjumlah 35 Kabupaten/Kota dalam penelitian ini.

3.3.2        Sampel (n)
Menurut Sugiyono (2010:118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila peneliti melakukan penelitian terhadap populasi yang besar, sementara peneliti ingin meneliti tentang populasi tersebut dan peneliti memeiliki keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel, sehingga generalisasi kepada populasi yang diteliti. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu daerah kabupaten/kota yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.    Daerah kabupaten/kota yang sudah ada dan tidak mengalami perubahan dari tahun 2015 sampai dengan 2016.
2.     Ketersediaan data laporan realisasi APBD dari tahun 2015 sampai dengan 2016.
Dengan mengacu pada dua kriteria tersebut, diperoleh  data  sebanyak  35 Kabupaten/Kota  yang tersebar  di Propinsi Jawa Tengah.

3.4         Jenis  dan Sumber Data
3.4.1        Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Modal yang terdapat pada laporan realisasi APBD kabupaten/kota di Jawa Tengah dari tahun 2015-2016, yang diperoleh melalui situs departemen keuangan Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (www.djapk.go.id).
Berdasarkan judul diatas, maka dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah:
a.       Variabel independen (X1) yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), dengan jenis datanya kuantitatif dan sekunder.
b.      Variabel independen (X2) yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan jenis datanya kuantitatif dan sekunder.
c.       Variabel dependen (Y) yaitu Belanja Modal dengan jenis datannya kuantitatif dan sekunder.

3.4.2        Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dengan cara mengunjungi situs resmi provinsi Jawa Tengah (http://bpkad.jatengprov.go.id) DJPK (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan) untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dengan berpatokan pada Laporan Realisasi Anggaran APBD Tahun Anggaran 2015-2016.

3.5         Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode dokumentasi dengan cara mengumpulkan setiap dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini, kemudian dokumen tersebut dipelajari dan dilanjutkan dengan proses pencatatan dan penghitungan terhadap data-data yang bersifat relevan pada permasalahan di penelitian ini.

3.6         Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2007:275) analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium) bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2.
Hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut:
Tabel 9. Teknik Analisis Data
Y = α + β1PAD + β2DAU + e
Keterangan:
Y     = Belanja Modal                               PAD = Pendapatan Asli Daerah
α      = Konstanta                                     DAU = Dana Alokasi Umum
β      = Koefisien Regresi
e       = eror

Koefisien determinasi R2 pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Koefisien determinasi ini digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen (Imam Ghozali, 2011).
Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan keterikatannya dengan variabel dependen amat terbatas, sedangkan nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
Untuk menguji hipotesa pertama, dilakukan uji F. Uji F dilakukan dengan membandingkan P Value f hitung yang dihasilkan   dari   model  regresi   tersebut   dengan derajat signifikansinya (α) yaitu 0,05 atau 5%. Kriteria yang digunakan untuk menarik kesimpulan hipotesa diatas adalah jika P Value f hitung < α (α = 0,05) maka Ho ditolak. Dimana mempunyai makna bahwa variabel PAD dan DAU secara bersama-sama berpengaruh  signifikan  terhadap  Belanja Modal.
Pengujian hipotesa kedua dilakukan dengan uji t. Uji t dilakukan dengan membandingkan P Value t hitung yang dihasilkan oleh masing-masing variabel independen dalam persamaan regresi di atas dengan   derajat   signifikansinya   (α)   yaitu 0,05.  Kriteria  yang  digunakan  untuk menarik  kesimpulan  hipotesa  diatas  yaitu jika P Value t hitung < α (α = 0,05) maka Ho ditolak. Pengujian hipotesa ini dilakukan dengan variabel independen yang digunakan yaitu PAD dan DAU pada periode 1 tahun sebelumnya (t-1).
Begitu pula dengan pengujian  hipotesa  ketiga, untuk mengetahui adanya Flypaper Effect maka P Value t hitung DAU harus lebih signifikan (lebih kecil) daripada P Value t hitung PAD, atau P Value t hitung PAD tidak signifikan.

3.7         Tempat dan Waktu
3.7.1        Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap Kabupaten/Kota yang tersebar di Provinsi Jawa Tengah, dengan populasinya yaitu seluruh pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015-2016 yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota, sehingga jumlah keseluruhan yakni berjumlah 35 Kabupaten/Kota dalam penelitian ini.


3.7.2        Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester Genap Tahun ajaran 2019, yaitu antara bulan Januari 2019 sampai dengan bulan Juni 2019.































DAFTAR PUSATKA

~        Abdullah, Sukriy & Halim, Abdul. 2002. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah Studi Kasus Kabupaten / Kota Di Jawa dan Bali. Jurnal Ekonomi STEI Nomor 2 / Tahun XIII / 25. p. 1140 – 1159.

~        Askam Tuasikal.2008. Pengaruh DAU, DAK, PAD, dan PDRB Terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi.1(2):145-149.

~        David Harianto & Prio Hari Adi.2007. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita.Makalah. Dalam: Simposium Akuntansi Nasional X di Universitas Hassanudin Makasar, 26-28 juli.

~        Diah Ayu K & Arif Rahman.2007. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia.11(1):68-78.

~        Halim, Abdul. 2002. Seri Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta: Salemba Empat.

~        Ikhsan, Arfan, Herkulanus B. Suprasto.2008. Teori Akuntansi dan Riset Multiparadigma. Yogyakarta: Cetakan Pratama.

~        Kesit Bambang Prakosa.2004. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY).  Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia.8(2):102-107.

~        Maimunah, Mutiara, 2006, Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah  (PAD)  Terhadap  Belanja  Daerah  pada  Kabupaten/Kota di Pulau Sumatra, Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.

~        Marissa Ayu & Dul Muid.2014. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2011-2012. Jurnal Accounting. 3(2):1-5.

~        Sugiyono.2008. Statistik  Nonparametris  untuk  Penelitian,  Cetakan  Keenam. CV. Alfabeta: Bandung

~        Oates, Wallace. 1999. An essay on fiscal federalism. Journal of Economic Literature 37: 1120-1149.

~        Warsito Utomo.1997. Peranan dan Strategi Peningkatan Pendapataan Asli Daaerah (PAD) dalam Pelaksaan Otonomi Daerah. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik. 1(1):98-113.

~        Yuliana.2014. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 5(1):33-48.